banner 728x250

Ketegangan Perbatasan Thailand-Kamboja karena Candi Bersejarah

  • Bagikan
banner 468x60

Ketegangan perbatasan Thailand-Kamboja bukanlah isu baru. Perselisihan antara dua negara tetangga di Asia Tenggara ini telah berlangsung selama beberapa dekade. Salah satu sumber utama ketegangan tersebut adalah sengketa atas Candi Preah Vihear, sebuah situs bersejarah dan warisan budaya yang berdiri di puncak tebing Dângrêk, berbatasan langsung antara Thailand dan Kamboja.

Asal Mula Sengketa: Warisan dari Masa Kolonial

Permasalahan ini berakar dari masa kolonial saat wilayah Asia Tenggara dibagi oleh kekuatan Barat. Kamboja saat itu adalah koloni Prancis, sementara Thailand (dahulu dikenal sebagai Siam) merupakan kerajaan merdeka yang memiliki hubungan diplomatik dengan negara-negara Barat.

Example 300x600

Pada awal abad ke-20, Prancis membuat peta wilayah yang menempatkan Candi Preah Vihear dalam wilayah Kamboja. Namun, Thailand menolak peta tersebut karena menurut peta topografi modern, candi itu seharusnya terletak di wilayahnya. Peta buatan Prancis ini kemudian menjadi dasar utama dalam konflik berkepanjangan.

Putusan Mahkamah Internasional 1962

Perselisihan meningkat hingga ke Mahkamah Internasional (ICJ) pada tahun 1962. ICJ memutuskan bahwa Candi Preah Vihear secara sah merupakan bagian dari wilayah Kamboja, berdasarkan peta kolonial dan fakta bahwa Thailand tidak pernah secara resmi memprotes peta tersebut selama bertahun-tahun.

Keputusan ICJ tersebut diterima dengan berat hati oleh Thailand. Meski secara hukum status candi telah diputuskan, ketegangan di lapangan tidak pernah benar-benar hilang.

Bangkitnya Nasionalisme dan Simbol Kebanggaan

Bagi kedua negara, Candi Preah Vihear bukan hanya situs sejarah—tetapi simbol identitas nasional. Di sisi Kamboja, candi ini merupakan lambang warisan budaya Khmer yang agung. Di sisi lain, masyarakat Thailand merasa memiliki kedekatan historis dan spiritual dengan wilayah tersebut.

Sentimen nasionalisme semakin memperkeruh suasana. Ketika Candi Preah Vihear diakui sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 2008, Thailand menolak pengakuan tersebut dan menyebutnya sebagai langkah sepihak oleh Kamboja yang tidak mempertimbangkan batas wilayah yang masih dipersengketakan.

Konflik Militer dan Ketegangan Bersenjata

Tahun 2008 menjadi titik panas baru dalam ketegangan perbatasan Thailand-Kamboja. Bentrokan senjata mulai terjadi di wilayah sekitar candi. Kedua negara mengirim pasukan ke area perbatasan. Tembakan artileri, serangan balasan, dan korban jiwa menjadi berita utama di media internasional.

Meskipun tidak berujung pada perang terbuka berskala penuh, ketegangan tersebut menciptakan ketidakstabilan regional. Ribuan warga yang tinggal di sekitar perbatasan terpaksa mengungsi untuk menghindari konflik.

Upaya Diplomasi dan Mediasi Internasional

Sejumlah negara ASEAN dan PBB telah mencoba menjadi mediator dalam konflik ini. Namun, penyelesaian permanen belum kunjung tercapai. Salah satu tantangan utamanya adalah interpretasi yang berbeda terhadap keputusan ICJ dan kurangnya kepercayaan antara kedua belah pihak.

Pada tahun 2011, ICJ kembali turun tangan atas permintaan Kamboja untuk memperjelas batas wilayah di sekitar Candi Preah Vihear. Dalam klarifikasinya, ICJ menegaskan bahwa daerah sekitar candi juga berada di bawah kedaulatan Kamboja dan memerintahkan Thailand untuk menarik pasukannya dari wilayah tersebut.

Meskipun keputusan ini seharusnya menyelesaikan sengketa, implementasinya di lapangan tidak semudah yang diharapkan.

Dampak Sosial dan Ekonomi di Wilayah Perbatasan

Konflik ini tidak hanya berdampak pada hubungan diplomatik, tetapi juga pada masyarakat lokal. Warga di sekitar wilayah perbatasan hidup dalam ketidakpastian. Sekolah-sekolah ditutup, kegiatan ekonomi terganggu, dan akses ke fasilitas kesehatan serta perdagangan lintas batas menjadi terbatas.

Ketegangan juga mempengaruhi pariwisata. Candi Preah Vihear yang seharusnya menjadi magnet wisata, justru menjadi area sensitif yang dijauhi wisatawan karena kekhawatiran akan keamanan.

Peran Media dan Opini Publik

Media dari kedua negara memiliki andil besar dalam membentuk opini publik yang seringkali memperkuat ketegangan. Narasi “perebutan kedaulatan” seringkali disampaikan secara sepihak, tanpa konteks historis yang utuh.

Hal ini membuat masyarakat umum dari kedua negara memandang lawan sebagai “pencuri wilayah”, yang memicu unjuk rasa dan aksi nasionalis ekstrem di masing-masing negara.

Jalan Menuju Rekonsiliasi

Meski sejarah mencatat ketegangan berkepanjangan, harapan untuk rekonsiliasi tetap ada. Kedua negara telah beberapa kali menunjukkan keinginan untuk bekerja sama, termasuk dalam pelestarian candi dan pengembangan kawasan perbatasan sebagai zona perdamaian dan budaya.

Kerja sama lintas batas seperti pendidikan, perdagangan, dan pelestarian budaya bisa menjadi jembatan untuk mencairkan konflik. Selain itu, generasi muda dari kedua negara dapat dilibatkan dalam dialog budaya untuk menumbuhkan rasa saling menghormati.

Kesimpulan: Pelajaran dari Candi yang Diperebutkan

Ketegangan perbatasan Thailand-Kamboja karena Candi Preah Vihear menunjukkan bagaimana sejarah kolonial, nasionalisme, dan perebutan simbol budaya bisa menjadi pemicu konflik berkepanjangan. Namun, kisah ini juga mengajarkan bahwa diplomasi, mediasi, dan kerja sama lintas budaya dapat menjadi solusi menuju perdamaian yang berkelanjutan.

Kunci penyelesaian bukan hanya pada hukum atau batas peta, tetapi pada niat politik, kehendak masyarakat, dan penghormatan terhadap nilai sejarah bersama. Di balik candi yang megah itu, tersimpan harapan bahwa suatu hari, Preah Vihear bukan lagi menjadi simbol konflik, melainkan ikon perdamaian dan persatuan Asia Tenggara.

Jangan lupa membaca artikel viral lainya.

banner 325x300
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *